Minggu, 17 November 2019

MUDAH DAN GEMBIRANYA HIJRAH BERSAMA GUS BAHA'


Ibarat kata, orang cantik tidak perlu distempel cantik di dahinya. Tidak perlu juga ia membawa kertas bertuliskan “saya cantik.” Karena orang sudah tahu bahwa ia cantik.

Yang terbaru adalah hijrahnya seorang Deddy Corbuzier. Hanya saja, seorang yang disebut sebagai The Father of Youtube Indonesia ini tidak mau dikatakan berhijrah layaknya tren hijrah akhir-akhir ini.

Hijrahnya Deddy Corbuzier Itu Beda
Memang Deddy Corbuzier tidak mau dikatakan ikut-ikutan tren hijrah. Akan tetapi, apa yang ia lakukan sebenarnya sudah dalam kategori hijrah.

Menurut Bahasa, hijrah artinya berpindah. Orang yang berpindah dari suatu kota ke kota yang lain disebut berhijrah. Makanya, sahabat Nabi Muhammad yang dulu hijrah atau berpindah dari Makkah ke Madinah disebut sebagai muhajirin, yaitu orang yang berhijrah.

Akan tetapi, ada juga sebuah hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori yang menyatakan bahwa hakikat orang hijrah adalah orang yang meninggalkan larangan Allah.

Dari dua istilah tersebut, muncullah pembagian hijrah. Ada hijrah secara fisik. Ada yang hijrah secara nilai.

Apa yang dilakukan oleh artis yang berhijrah itu bisa diartikan mereka hijrah secara nilai. Begitu juga dengan seorang Deddy Corbuzier.

Makna hijrah semakin sempit lagi. Jika dilihat dari fenomena sekarang ini, kebanyakan orang mengartikan hijrah sebagai upaya untuk meniru apa yang dilakukan oleh Nabi. Dengan kata lain, mereka ingin menjalankan sunnah Nabi.

Karena pemahaman seperti itu, banyak dari mereka yang meniru Nabi Muhammad secara fisik, seperti memanjangkan jenggot, memakai sorban, mengenakan jubah, dan lain sebagainya.

Tentu itu bukan hal yang salah. Hal semacam itu juga dinamakan sunnah. Hanya saja, sunnah Nabi seperti itu tidak disampaikan oleh Aisyah, istri Rasulullah. Ketika ada sahabat yang bertanya tentang sunnah Nabi, Aisyah menjawab bahwa Nabi itu orang yang tidak mudah marah, selalu memaafkan kesalahan orang lain, selalu memenuhi undangan orang miskin, dan lain sebagainya. Apa yang dikatakan Aisyah tersebut bersifat ahwal atau perbuatan, bukan yang bersifat aksesoris seperti memakai jubah dan memanjangkan jenggot.


Hal ini pula yang dikritik oleh seorang ulama’ muda dari Rembang, Gus Baha’. Dalam sebuah pengajian, beliau mengatakan sah-sah saja meniru sunnah Nabi dalam hal berpakaian atau berpenampilan. Akan tetapi, menurut beliau, akan lebih hebat jika umat Islam mengikuti sunnah Nabi dalam hal ahwal atau perbuatan.

Apa yang dilakukan oleh Deddy Corbuzier bisa jadi intepretasinya terhadap apa makna dari hijrah seperti penjelasan Gus Baha’. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin mengikuti tren hijrah seperti yang dilakukan oleh artis. Dalam arti, ia tidak ingin berhijrah yang sifatnya aksesoris.

Pemaknaan hijrah oleh Deddy Corbuzier tersebut semakin jelas berbeda dengan pemaknaan hijrah oleh sejumlah artis manakala Deddy diminta untuk memakai peci. Seorang Youtuber perempuan Indonesia, Ria Ricis, membuat vlog khusus setelah Deddy masuk islam. Ria Ricis membawakan hadiah yang bernuansa Islam. Salah satu hadiah yang ia bawa adalah peci.

Deddy diminta untuk memakainya. Kemudian, ada satu kalimat yang Deddy ucapkan. Peci itu bukan tanda Islam tapi hanya budaya. Perkataan tersebutlah yang membuat semakin jelas bagaimana Deddy memahami Islam. Bagaimana ia memahami hijrah. Bahwa hijrah itu bukan hanya mengganti penampilan.

Sekali lagi, tentu bukan hal yang salah jika seseorang hijrah dengan melakukan sunnah nabi yang sifatnya aksesoris. Namun, mana yang lebih unggul, apakah sunnah yang sifatnya aksesoris atau mengikuti sunnah Nabi yang bersifat ahwal?

Berhijrah dengan Gus Baha’

Fenomena para artis berhijrah (yang sifatnya aksesoris) tidak lepas dari dengan siapa mereka hijrah. Kebanyakan mereka hijrah dengan ustadz atau da’i yang memang lebih menonjolkan soal penampilan. Sunnah Nabi lebih diartikan tentang bagaimana penampilan Nabi saat itu, seperti memakai jubah dan berjenggot.

Tentu tidak salah. Akan tetapi, ada logika serampangan yang mereka pahami. Contohnya saja tentang jubah yang dianggap sebagai pakaian sunnah. Jika memakai jubah itu sunnah (dan memang itu sunnah), maka memakai pakaian selain jubah itu bukan sunnah. Padahal, ada makna yang lebih dalam mengapa Nabi memakai jubah. Jubah waktu itu adalah pakaian yang menjadi budaya orang Arab. Dan itu dipilih dan dipakai oleh Nabi sebagai penghormatan terhadap budaya Arab. Toh pakaian berupa jubah tersebut tidak menyalahi aturan Islam.

Jika itu logikanya, seharusnya memakai pakaian adat setempat juga dianggap sunnah asalkan tidak menyalahi aturan agama, seperti memakai sarung. Itu menjadi kesimpulan apa itu sunnah jika memahami logika Nabi Muhammad SAW.

Jadi, yang lebih penting dalam hal memahami sunnah Nabi bukan melihat penampilan Nabi saja. Lebih dari itu, harus juga ditekankan bagaimana logika nubuwwah Nabi Muhammad SAW. Dan itu menurut Gus Baha’ level sunnah-nya lebih tinggi.

Gus Baha’ mengatakan seseorang mengikuti sunnah Nabi dengan memakai jubah, maka nilai sunnahnya hanya senilai jubah. Berbeda jika seseorang mengikuti sunnah Nabi dalam hal berpikir dan juga berperilaku. Ini nilainya jauh lebih tinggi.

Maka tidak heran jika beberapa orang yang merasa sudah berhijrah serta sudah kembali ke Alquran dan Sunnah mudah sekali menyalahkan orang lain, bahkan mengkafirkan orang lain. Hal itu dikarena mereka tidak memahami sunnah Nabi secara mendalam. Pernahkah Nabi menyalahkan dan mengkafirkan orang lain yang sudah masuk Islam?

Bahkan diterangkan di dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah berkata kasar sekalipun pada orang yang membenci beliau.

Maka dari itu, membayangkan para artis hijrah bersama Gus Baha itu menyenangkan. Banyak sekali hal yang berbeda. Orang Islam menjadi lebih rileks. Mereka tidak lagi terlalu sensitif, mudah marah, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dan yang pasti, para penggemar Gus Baha’ pun semakin senang. Bayangkan saja jika para artis hijrah bersama Gus Baha’. Pengajian Gus Baha’ di Youtube tidak hanya suara saja. Atau mentok ada video yang direkam dengan kamera kualitas rendah.

Akan banyak channel Youtube para artis yang merekam video pengajian dengan Gus Baha’. Videonya jelas. Audianya jernih. Ada artis yang pakai peci hitam yang dipakai sedikit ke belakang seperti Gus Baha’. Mereka tidak pakai celana cingkrang atau jubah karena mereka tahu memakai sarung juga tak kalah “sunnah.”

Dan akan ada nama artis yang disebut sebagai bahan gojlokan atau olok-olokan. Bukan lagi Kang Rukhin atau Kang Musthofa.

--
Oleh: Teguh Riyanto via pecihitam.org

Sabtu, 16 November 2019

BERAGAMA DENGAN GEMBIRA ALA GUS BAHA'

BERAGAMA DENGAN GEMBIRA ALA GUS BAHA'
     
Apakah beragama itu serius, kaku, pethenthengan? Enggak lah. Begitu kira-kira penyampaian ceramah Gus Baha', yang saya ikuti tempo hari, Rabu, 3 April di Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan.

Sepenuhnya, catatan pendek ini saya dapatkan dari Gus Baha', yang siang itu tampil seperti biasa, kemeja putih, kopiah yang diangkat di atas keningnya, dan berbicara dengan santai, tapi tetap sarat makna dan kaya literatur. Gus Baha' mengatakan bahwa nabi dan umat terdahulu itu jelas penuh guyon. Bahkan Allah juga begitu.

“Hubungan Khalik dan makhluk itu mesra. Apalagi antar makhluk, bernama manusia, antara nabi dan sahabat, santri bersama gurunya, wali bersama muridnya.

Lantas Gus Baha' bercerita, diceritakan ketika Nabi Musa mengajak 70 santrinya naik gunung, dawuh dari Allah untuk siap menerima wahyu: Taurat. Ketika di atas gunung, Nabi Musa menyendiri lalu setelah beberapa lama beliau mengajak santrinya turun.

“Yuk, sudah dapat wahyunya. Kita turun sekarang,” kurang lebih begitu Nabi Musa mengajak para santrinya, yang 70 orang itu.

Tapi para santri Nabi Musa protes, “Tidak bisa begitu Wahai Nabi. Kita juga harus sama dong, kami ingin menyaksikan Allah dengan mata kepala sendiri, sama seperti Panjenengan, Wahai Nabi…”

Lalu Allah memerintahkan petir menyambar dan mati semua sahabat atau santri Nabi Musa.

Nabi Musa sedikit kaget. Tapi lantas berkata kepada Tuhan, “Jangan begitu Allah, aku kan butuh saksi yang menyaksikan bahwa benar aku menerima wahyu dariMu. Kalau mati semua kan gak ada saksi? Sekalian saja aku Kau matikan. Hidupkan lagi Ya Allah…”

Dan mereka dihidupkan kembali.

Demikian Gus Baha' bercerita. Tak sepenuhnya bisa dipahami, sebab mungkin tak masuk akal kisah tersebut. Tapi itulah kisah Nabi Musa yang diceritakan Gus Baha', kita bisa menikmatinya, dengan santai sebagai santapan rohani. Agama dalam penyajian Gus Baha' ringan “di kepala”, bahkan gembira, penuh gelak tawa. Lebih dari itu, semoga saja melahirkan hikmah untuk kita semua. 

Anas Farkhani
http://Alif.id

MENGALAHKAN LOGIKA SETAN

MENGALAHKAN LOGIKA SETAN
   
Dalam salah satu pengajiannya, Gus Baha' pernah menyampaikan tentang bagaimana setan menipu manusia. Menurut beliau, salah satu keahlian setan (baik dalam bentuk manusia atau jin) ialah mengubah sudut pandang. Mengubah hakikat sesuatu lewat “mbolak-balik” kalimat baik yang terucap maupun yang hanya terpikirkan manusia, sehingga sesuatu yang tidak baik sekilas nampak indah.

Misalnya sesuatu yang dalam ajaran agama Islam disebut kebaikan dan berpahala, lewat logika setan bisa berubah menjadi kesalahan yang merugikan. Dan hebatnya, setan-setan itu saling bekerja sama, berbagi ide dan cara untuk meruntuhkan argumen orang mukmin.

Alquran menyatakan di dalam Surat Al-An’am ayat 112:

“Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan.”

Dalam hal ini Gus Baha' memberikan contoh misalnya ada anak merawat orang tua mereka yang sudah tua. Orang tuanya sakit-sakitan. Bolak-balik pulang pergi rumah sakit untuk berobat sampai menghabiskan uang banyak. Puluhan hingga ratuan juta. Bahkan, bisa jadi menjual sebagian petak sawah yang dimiliki demi pengobatan orangtua.

Dalam sudut pandang agama, perbuatan anak tersebut merupakan kebaikan. Nilai pahalanya besar dan bisa menjadi penyebab orang masuk surga.

Tetapi, dalam sudut pandang setan, kebaikan pada orang tua tersebut bisa dikatakan pemborosan karena menghabiskan uang. Toh, pada akhirnya orang tuanya meninggal juga. “Orang yang sudah tua tak perlu dirawat sehingga menghabiskan banyak biaya. Dibiarkan saja nanti akan mati sendiri. Mending uangnya dipakai untuk keperluan lainnya.” Barangkali muncul pemikiran buruk seperti ini.

Sudut pandang setan ini, sekilas nampak benar. Bahkan mulai diikuti sebagian kalangan  orang zaman sekarang. Tapi, sesungguhnya logika setan ini kurang ajar.

Gus Baha' memberikan contoh yang lain. Misalnya, sedekah pada orang miskin. Dalam sudut pandang agama, ialah kebaikan yang bernilai pahala dan menjanjikan surga. Namun, dengan logika ala setan yang sudah tertanam dalam pikiran manusia, pandangan manusia yang baik bisa berubah.

Barangkali di dalam benaknya muncul pikiran, “Kok enak dia. Wong yang capek kerja keras itu saya sendiri, begitu saya kaya; dapat uang kok dibagi ke orang lain. Padahal, dia sama sekali tidak ada peran bantu kerja saya.”

Menurut Gus Baha', sekilas hal ini kelihatan benar, tetapi salah dalam pandangan agama.

Atau dalam kasus perjalanan umrah yang bernilai ibadah dan pahala besar. Lewat sudut pandang setan, bisa diubah 180 derajat.

“Ngapain juga jauh-jauh habis duit banyak hanya untuk melihat batu kotak saja. Pakai ribet dan berdesak-desakan pula. Hanya menguntungkan Kerajaan Saudi saja. Mending duitnya buat kebutuhan lainnya.”

Logika-logika yang kelihatan “cerdas” seperti di atas, akan terus bermunculan dari mulut-mulut setan. Itu sudah ada sejak dulu. Sejak zaman Nabi Muhammad saw. Disebutkan di dalam surah Ash-Shaf ayat 8

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”

Dalam Surah Yasin, Allah SWT menyebutkan tingkah perilaku ala setan itu. Ketika Rasulullah saw menyuruh mereka berinfak–memberikan makanan pada orang tak mampu. Setan, baik yang berasal dari kalangan jin dan manusia bersilat lidah. Argumen mereka, “Ya Muhammad, kemarin kamu bilang bahwa semua di dunia ini adalah ketetapan Allah. Lha, ini pas ada orang melarat, gak bisa makan, kok malah kamu suruh kami (sedekah) memberinya makan? Bukankah itu menentang ketetapan Allah?”

Gus Baha' memberikan banyak contoh tentang bagaimana logika setan tertanam dalam diri manusia. Cara setan menggoda manusia seringkali memang dengan mengubah logika manusia yang seolah-olah benar dan cerdas. Padahal logika tersebut membelokkan seorang mukmin dari jalan lurus yang diridai Allah.

#MuhibbinGusBahaJogja
#SantriMbelinxs

Shorih Kholid
http://alif.id

CERITA GUS BAHA' TENTANG ABU NAWAS MENANG SAYEMBARA

CERITA GUS BAHA' TENTANG ABU NAWAS MENANG SAYEMBARA

Abu Nawas atau Abu Nuwas menjadi legenda karena kecerdasannya dan kepandaiannya dalam bergurau. Gus Baha' dalam beberapa pengajiannya berkisah tentang kecerdasan Abu Nawas yang membuat orang tertawa.

Suatu ketika, cerita Gus Baha', Raja Harun Ar-Rasyid membuat semacam sayembara dengan mengundang banyak penyair agar bisa menceritakan suatu kisah yang bisa membuat raja tidur. Raja saat itu tidak dapat tidur karena terngiang-ngiang dengan seorang perempuan yang pernah dilihatnya. Karena orang baik, Raja tak mungkin berbuat serong dengan perempuan lain. Raja pun mencoba melupakan namun bayangan tentang perempuan itu membuat Raja tak bisa tidur. Oleh karena itu, Raja memutuskan untuk melupakan perempuan itu dengan mendengarkan kisah dari para penyair.

Ketika malam semakin larut tak ada satu penyair pun yang bisa membuat raja tertidur. Hingga giliran Abu Nawas. Dia pun menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak jelas.

“Begini, Raja. Ada seekor semut yang penasaran dengan lubang telinga manusia. Untuk mengobati rasa penasarannya, dia masuk ke dalam lubang telinga manusia. Ternyata di dalamnya gelap. Semut itu tak nyaman di dalamnya. Semut itu pun keluar. Tak lama kemudian, semut itu melihat ke lubang telinga orang itu lagi. Semut itu penasaran lagi lalu masuk ke dalamnya. Ternyata di dalamnya gelap. Semut itu keluar lagi. Setelah berada di luar, semut itu masih juga penasaran. Semut itu pun masuk lagi ke dalam lubang telinga manusia. Ternyata di dalam telinga, semut itu tidak nyaman lagi. Semut itu keluar lagi. ”Abu Nawas mengkisahkan cerita itu berulang kali. Semut masuk ke dalam telinga lalu keluar lagi. Masuk lagi dan keluar lagi.

Raja yang mendengarnya pun bosan dengan cerita Abu Nawas. Lalu Raja berkata, “Sudah…sudah!!! Cerita ndak jelas begini kok dikisahkan padaku. Mending aku tidur saja dari pada mendengar kisah tak jelas begini!”

Tanpa disadari, ndilalah Raja tertidur. Ketika bangun raja tersadar ternyata kisah-kisah indah para penyair malah membuatnya tak bisa tidur karena malah penasaran dengan cerita. Justru Abu Nawas yang menang karena ceritanya yang amburadul.

Gus Baha' memiliki banyak koleksi kitab. Di antaranya kitab humor Abu Nawas yang masih berbahasa Arab, “Begitulah kecerdasan Abu Nawas. Saya punya banyak koleksi humor ulama, termasuk humor Abu Nawas. Barangkali Gus Dur malah punya koleksi humor yang lebih banyak karena bacaannya sangat banyak. Makanya Gus Dur sering membuat orang tertawa karena humornya.” Tutur Gus Baha'.

#SantriMbelinxsID

Rizal Mubit
http://alif.id

TAFSIR UDKHULU FIS SILMI KAFFAH

TAFSIR UDKHULU FIS SILMI KAFFAH

Ada satu ayat suci Al Qur'an yang belakangan sangat populer dan terus disosialisasikan dengan penuh semangat oleh sebagian umat adalah:

يا ايها الذين امنوا ادخلوا فى السلم كافة. ولا تتبعوا خطوات الشيطان انه لكم عدو مبين

Banyak ahlu tafsir menerjemahkan dan menafsirkan begini :

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara ‘kaffah’ (menyeluruh/total). Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata kalian.”

Kata “as-Silm” di situ dimaknai sebagai “Islam”.

Imam Ibnu Katsir mengutip penafsiran dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Thawus, adh-Dhahhak, ‘Ikrimah, Qatadah, as-Sudi dan Ibnu Zaid bahwa arti “as-Silmi” adalah Islam. Sementara, Adh-Dhahhak, Ibnu ‘Abbas, Abu al-‘Aliyah dan ar-Rabi’ Ibnu Anas menafsirkan kata (السلم) dengan keta’atan (الطاعة).

Fakhruddin ar-Razi, penafsir besar, mengkritik tafsir ini (masuk Islam). Ini menurutnya problematik, karena orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang Islam. Wong sudah beriman kok disuruh masuk Islam.
Ini tidak boleh terjadi. Maka perlu dicari tafsir lain. Kata ar-Razi:

في الآية إشكال ، وهو أن كثيرا من المفسرين حملوا السلم على الإسلام ، فيصير تقدير الآية : يا أيها الذين آمنوا ادخلوا في الإسلام ، والإيمان هو الإسلام ، ومعلوم أن ذلك غير جائز ، ولأجل هذا السؤال ذكر المفسرون وجوها في تأويل هذه الآية

Ia lalu memaknai kata “as-Silmi” sebagai “as-Sulh” (damai) dan “tarkul muharabah” (meninggalkan/menghentikan perang).

Maka, jika begitu, ayat itu bermakna:

“Hai orang-orang yang beriman. Masuklah/bergabunglah ke dalam proses perdamaian secara total, dan tinggalkan/hentikan perang.”

Meski tidak populer, tetapi aku kira tafsiran atau penjelasan ini sangat menarik dan sesuai dengan visi Islam, sebagai agama damai dan yang selalu menyerukan perdamaian.

Ketika Nabi ditanya siapakah muslim itu? Beliau menjawab :

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

“Muslim adalah orang yang kehadirannya membuat orang-orang di sekitarnya merasa damai, tak terganggu oleh kekerasan ucapan dan tangannya.”

Dalam hadis lain disebutkan:

“Seorang beriman (mukmin) ialah orang kehadirannya membuat orang-orang disekitarnya merasa aman-nyaman”.

Husein Muhammad
http://alif.id

GUS BAHA': TAFSIR KATA GHOIB

GUS BAHA': TAFSIR KATA GHOIB
     
Ketika membahas tentang ayat Alladziina yukminuuna bil ghaibi yang artinya adalah orang-orang yang beriman dengan yang gaib, Gus Baha' menjelaskan panjang lebar kata gaib.

Menurut Gus Baha', kata gaib dalam Al-Qur'an berbeda dengan yang sudah masyhur di Indonesia. “Kata gaib bukan seperti dalam bahasa Indonesia. Misalnya setan atau hantu yang selalu diidentikkan dengan gaib. Kalau di dalam bahasa Arab, ghaib itu lawan kata dari sesuatu yang bisa disaksikan dengan indra manusia. Kita orang mukmin beriman kalau surga itu ada tapi kita tak pernah melihat surga. Kita mukmin tak pernah melihat neraka tapi kita percaya bahwa neraka itu ada. Ini sesuatu yang tidak bisa dilihat mata dan tak pernah disentuh oleh tangan kita,” jelas Gus Baha.

Sesuatu yang gaib ini dipecaya eksistensinya dengan syarat sesuatu itu manshus, maksudnya secara eksplisit hal-hal gaib itu disebutkan di dalam Alquran atau hadis. Misalnya surga dan neraka.

Mengenai Allah, Gus Baha menjelaskan bahwa Allah bukanlah zat yang gaib sebagaimana penjelasan para sufi. Walaupun para ulama berbeda pendapat.

“Bagi sufi, Allah tidak bisa dikatakan sebagai gaib karena Allah itu jelas adanya. Dalam asmaul husna Allah disebut juga dengan ad-dhahir. Contohnya begini, orang yang melihat mobil mewah dan pesawat yang canggih pasti berpikir dan yakin bahwa pembuatnya orang yang hebat. Kita tidak perlu ketemu atau melihat pembuat pesawa tersebut tapi kita sudah percaya langsung bahwa yang membuat pesawat itu pasti orang hebat. Tanpa ada keraguan. Akal kita pasti meyakini itu,” tutur Gus Baha.

Mengenai pencipta pesawat canggih ini bisa dijadikan cara berpikir untuk mengetahui Tuhan.

“Nah, kita melihat langit, bumi, matahari, semuanya tertata rapi. Air dengan segala fungsinya, tanaman, oksigen dan lain-lain. Meskipun kita tidak pernah melihat Tuhan, pasti akal kita dan nulari kita pasti mengatakan bahwa yang membuatnya adalah zat yang super bijak dan super bijaksana. Sehingga di dalam asmaul husna Allah disebut dengan ad-Dhahir. Zat yang sangat jelas.”

Nah, alam raya ini, kata Gus Baha, disebut sebagai bukti eksistensi Tuhan. Sehingga kata ghaib yang contoh yang bisa dijadikan contoh adalah neraka dan surga.

Gus Baha menyebutkan, Imam Sibawayh pakar ilmu nahwu mengatakan a’raful ma’aarif, Allah. Artinya di alam raya ini yang paling mudah dikenali adalah Allah. Karena misalnya kalau kita hidup sendirian di hutan. Kemudian kita mulai punya akal, kita mungkin tidak tahu diri kita ini siapa. Tapi kita akan menyimpulkan bahwa kita tidak bisa menciptakan diri kita sendiri, sehingga ada yang menciptakan.

Maka, sifat pencipta ini dikenalkan pertama kali kepada Rasulullah, Iqra’ bismi rabbikalladzii khalaq. Muhammad, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu!

Sifat sebagai Pencipta ini agar dikenalkan kepada umatnya. Sifat Tuhan yang paling mudah dikenali adalah sifat Pencipta. Sebab manusia pada satu waktu pasti akan berpikir siapa yang menciptakan bumi, langit, matahari dan semuanya kalau bukan zat yang Maha Pencipta.

Rizal Mubit
http://alif.id

KENAPA SIH PENGIN BANGET BURU-BURU JADI PENGHAFAL AL-QUR'AN?

KENAPA SIH PENGIN BANGET BURU-BURU JADI PENGHAFAL AL-QUR'AN?

Jujur saja, saya sangsi sama janji mencetak penghafal AL-QUR'AN secara kilat yang belakangan sering digaung-gaungkan beberapa daurah tahfidz. 

Yang bener aja, Boss!

Menjelang bulan Ramadan tahun ini, lini masa saya dipenuhi brosur tentang daurah tahfidz. Jadi, ini semacam pelatihan kilat untuk menghafal AL-QUR'AN. Di antara brosur yang saya baca, ada yang menyatakan bahwa daurah ini bakal membuatmu bisa menghafal AL-QUR'AN satu hari satu juz, atau yang biasa diistilahkan dengan One Day One Juz.

Itu artinya, dalam satu bulan, mereka sudah bisa khatam menghafal seluruh AL-QUR'AN. Di brosur yang lain, ada juga yang agak longgar programnya: dalam 30 hari, menghafal 15 juz.

Ketika membaca brosur ini, sontak kerut di dahi saya jadi bertumpuk-tumpuk. Ini sangat tidak masuk akal bagi saya! Lah gimana coba: selama perjalanan saya menghafal AL-QUR'AN (cie, penghafal AL-QUR'AN, nih yee, ahli  surga, dong! Hehe), saya tidak yakin bahwa saya bakalan mampu menghafal satu hari satu juz. Paling banyak, dalam sehari saya hanya bisa menghafal 3-5 halaman—itu pun kalau tak diselingi oleh pekerjaan lain selain makan, mandi, salat dan buang air.

Hafalan yang demikian saja hanya tahan selama dua hari. Hari ketiga dan keempat biasanya sudah mulai kendor; saya cuma bisa menambah satu halaman atau bahkan tidak menambah sama sekali. Kenapa?

Ya karena mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja setiap hari ternyata juga bikin jenuh. Setelah itu, hafalan lama malah akan ditinggalkan karena sudah capek mengejar hafalan baru.

Tapi, saya juga nggak mau ber-suudzon pada mereka yang menyelenggarakan daurah tadi. Mungkin saja, ilmu saya memang kelewat cetek atau mungkin mereka punya metode yang tidak saya ketahui sehingga bisa membuat peserta daurah menghafal AL-QUR'AN dalam waktu singkat. Plus, hafalannya lebih kokoh dan tajwidnya bagus, pula!

Karena itu, saya mencoba mengklarifikasi pada salah satu alumnus daurah tahun lalu, sebut saja namanya Rani. Ia bercerita bahwa ia kecewa karena apa yang tertulis di brosur tidak sesuai dengan kenyataan.

Loh, kok bisa???

Awalnya, Rani tertarik untuk ikut karena di brosurnya tertulis bahwa daurah ini akan membuatnya bisa menghafal satu hari satu juz. Untuk itu, ia harus membayar Rp1.250.000 per sepuluh hari. Kalau mau ikut 30 hari, berarti ia harus membayar Rp3.750.000. We-o-we banget nggak tuh???

Bayangkan, deh, kalau yang mendaftar sepuluh orang saja; dalam sebulan, mereka bisa mengumpulkan 37 juta rupiah lebih! Bayangkan lagi kalau seandainya yang mendaftar 20, 50, atau bahkan 100 orang. Waduh, mereka jelas bisa ongkang-ongkang kaki selama beberapa tahun tanpa bekerja. Luar biasa!

Eh, kok malah ngitungin duit, ya? Ini soal ladang amal, loh, Ukhti, bukan ladang bisnis. Astagfirullah!

Baiklah, baiklah, mari kita kembali ke (duit) topik.

Jadi, ceritanya si Rani tadi ingin mendaftar selama satu bulan. Namun, setelah mencicipi daurah itu  selama beberapa hari, ia langsung kecewa berat. Yang tadinya dijanjikan bisa hafal satu juz satu hari, eh cuma dapat beberapa halaman saja. Tepat seperti apa yang saya pikirkan!

Yah, sebagian orang yang otaknya encer banget dengan IQ 200 ke atas tentu bisa menghafal AL-QUR'AN dengan metode One Day One Juz ini. Tapi, berapa banyak, sih, orang yang punya kemampuan begitu? Tidak banyak, bahkan langka.

Ingat, tiap orang punya kemampuan yang berbeda-beda. Mungkin ada yang cuma bisanya satu hari satu halaman, ada juga yang bisa satu hari satu ayat, atau bahkan satu hari satu kalimat saja. Apalagi bagi yang pertama kali memulai menghafal; wah, bisa mati kebosanan ia menghafal! Alih-alih menghafal, ia mungkin jadi trauma menghafal AL-QUR'AN. Jadi, sungguh, hafalan One Day One Juz itu hanya khayalan belaka.

Biar nggak bertambah-tambah suudzon saya, saya tanyakan pula bagaimana metodenya. Jawaban Rani sungguh mengejutkan: mereka cuma memakai sistem setoran. Iya, sistem setoran yang biasa kita lakukan itu!!!!11!!

Jadi, setelah dihafal (proses menghafalnya juga dilakukan sendiri, tanpa dibimbing), ayat-ayat hafalan tadi langsung disetorkan pada pembina. Setelah itu? Tidak ada yang lain. Mau hafalan itu tinggal di hati terdalam otak atau nggak, pembinanya tidak peduli. Asal sudah setor, dianggap sudah hafal.

Akhirnya, setelah daurah selesai, semua ayat yang dihafal pun hilang ditelan bumi, dibawa desauan angin. Yang tertinggal di kepala mungkin hanyalah surat Al Fatihah dan ayat-ayat pendek yang sudah dihafal waktu masih kecil dulu.

Ckck. Kalau sudah begini, untuk apa ikut daurah? Mending ikut ngaji sama anak TPA kalau gitu. Sayang, kan, duitnya jadi terbuang sia-sia?

Loh, loh, kok larinya ke duit lagi? Ingat, Ukhti, ini ladang amal, Ukh, ladang amal~

Hmm, apakah memang tidak mungkin program menghafal AL-QUR'AN One Day One Juz itu dilakukan? O, tentu mungkin saja, Kakak, tapi…

…tapi ya hanya bagi mereka yang memang sudah hafal 30 juz, bukan untuk pemula. HAHAHA.

Jadi, gini loh: mereka-mereka yang sudah hafal 30 juz bakal datang ke sana untuk memantapkan hafalan dan memperbaiki tajwid. Tapi, untuk orang-orang yang baru akan menghafal dari awal, uh, sungguh saya tidak yakin—kecuali memang ada metode khusus. Tapi, selama yang saya ketahui, belum ada metode yang memungkinkan hal seperti itu, tuh. Percaya, deh.

Lagi pula, saya meyakini, secanggih apapun metodenya, hafalan yang kokoh hanya akan bergantung pada seberapa sering ia mengulang (muroja’ah) hafalannya. Kalaupun ada metode yang memungkinkan menghafal One Day One Juz, itu hanya sampai di hafalan saja. Soal kemantapan hafalan? Ia tetap butuh waktu yang panjang dan konsistensi.

Tapi, yah, nggak rugi juga dong ikut daurah; kan dapat pahala?

Loh, loh, loh, kenapa sekarang nyerempet-nyerempet ke pahala segala? Bukannya tadi tujuannya untuk menghafal AL-QUR'AN? Kalau cuma soal pahala, kamu bisa, loh, baca sendiri di rumah, hafalkan, lalu minta seseorang mendengarkan. Sama saja, kan? Hehe.

Saya sih bukannya mau menjelek-jelekkan daurah, tapi cuma mau mengajak sampeyan-sampeyan sekalian berpikir. Jangan cuma karena ingin mendapat gelar sebagai penghafal AL-QUR'AN, lalu kita jadi mudah terjebak rayuan-rayuan buaya darat program instan. Ingat, menghafal AL-QUR'AN itu bukan hanya sekadar menghafal, tapi juga melibatkan banyak hal: bagaimana tajwidnya, muroja’ah-nya dan, yang lebih penting, sudah sejauh mana kita mempelajari isinya hingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, loh!

Sudahlah, jangan sampai kita hanya terjebak pada hal-hal yang superfisial (menghafal), tapi lupa pada perkara substansial (mengkaji tafsirnya). Padahal, bukankah muara dari membaca AL-QUR'AN itu adalah pada berpikir, bukan menghafal?

Lagian, kenapa sih kamu pengin buru-buru banget jadi penghafal AL-QUR'AN? Memangnya sebegitu pentingnya mendapat predikat “penghafal AL-QUR'AN”?

Nih, saya tanya lagi: bukankah AL-QUR'AN itu diturunkan secara berangsur-angsur? Nah, salah satu hikmahnya ya itu tadi: supaya mudah dicerna, dibaca, dihafal, dan dipahami. Hikmah yang lainnya adalah bahwa untuk memahami pun kita semua butuh proses, nggak bisa diburu-buru. Secara umum, pasti ada proses mengkaji, menganalisa, dan menghayati sehingga AL-QUR'AN benar-benar merasuk ke seluruh sendi kehidupan kita. Tsssaaaaah!

Untuk yang mau bikin program tahfidz, saran saya sih cuma satu: promosinya nggak perlu bombastis-bombastis amat begitu, lah. Cukup sebutkan daurah tahfidz saja, tanpa embel-embel One Day One Juz dan kalimat-kalimat melangit lainnya.

Tapi, kalau sampeyan tetap mau bikin target, ya, yang masuk akal dikitlah. Misalnya, dalam 30 hari bisa lancar satu atau dua juz saja.

Eh, maaf, tapi kalau dibuat masuk akal begini, takutnya nggak ada yang daftar, ya? Yah, memang begini inilah susahnya zaman sekarang. Makin nggak masuk akal, malah makin pada percaya. Ckck.

Humairatul Khairiyah
mojok.co

SENTUHAN SETAN

SENTUHAN SETAN

Dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Ghazali mengisahkan.
Suatu waktu, Rasulullah Saw sedang berkumpul bersama para sahabatnya. Sebagian mereka menceritakan tentang seorang lelaki kepada Rasulullah Saw. Mereka berulang kali memuji kehebatan ibadah ritualistik lelaki tersebut di hadapan beliau. 

Di tengah-tengah pujian mereka, tiba-tiba lelaki tersebut muncul dengan wajah masih basah dengan air wudhu; Buliran-buliran air wudhu masih menetes dari wajahnya. Lelaki tersebut berjalan sambil menjinjing sandalnya dengan kedua tangannya. Sementara di kening antara kedua matanya tampak bekas sujud, atsarus sujud.

Tatkala melihat kedatangan lelaki tersebut, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, inilah orang yang kami gambarkan tentang kehebatan ibadah dan kesalehannya kepada engkau”.

Dengan ketajaman nubuwahnya, Rasulullah Saw memandang lelaki tersebut. Lalu beliau berkata yang membuat semua yang hadir tersentak kaget:

أرى عل وجهه سفعة من الشّيطان

“Aku justru melihat sentuhan setan pada wajahnya.”

Kemudian lelaki tersebut mendekat, mengucapkan salam dan duduk kumpul bersama Rasulullah Saw dan para sahabat. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada lelaki itu, “Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, apakah ketika engkau datang kepada kaummu engkau berkata kepada dirimu sendiri bahwa tidak ada orang yang lebih baik daripada engkau di kalangan mereka?”

Lelaki itu pun menjawab, “Ya, benar”.
               
*         *        *

Kisah ini dengan manis ingin menunjukkan bahwa kesalehan ritualistik tidak menjamin kesalehan intrinsik. Ketaatan lahiriah bukan jaminan pasti kepatuhan batiniah. 

Secara demonstratif, kisah di atas justru menyingkap selubung kepalsuan yang dibungkus dengan jubah kesalehan ritualistik oleh sebagian manusia. Namun ditengah-tengah ketaatan yang begitu intens, ternyata bersemayam sebuah penyakit hati yang bernama ‘ujub, meskipun tidak ia sadari.

Melalui kisah di atas juga, Imam Ghazali hendak menunjukkan bahwa tanpa kesadaran sufistik, tanpa kesadaran transendental yang intens dalam jiwa kita, maka tidak ada jaminan bagi kita untuk terbebas dari intaian pelbagai penyakit hati, seperti takabur, riya’, sum’ah, dengki, hubbud dunya, hubbud jah, tamak, ataupun ‘ujub walaupun bersama ketaatan ritualistik yang sudah begitu lama kita jalani.

Inilah salah satu pentingnya bagi kita untuk memahami tasawuf. Karena dengan memahami tasawuf dan memiliki kesadaran sufisktik, kita bisa meraba hati kita dan menyadari apakah ibadah-ibadah ritualistik kita sudah benar-benar steril dari noda-noda penyakit hati. Sebab tanpa pemahaman tasawuf dan kesadaran sufistik, seperti lelaki dalam kisah di atas, jangan-jangan kesalehan ritualistik yang kita jalani selama ini sudah terkena sentuhan setan, meskipun tidak kita sadari. Waspadalah...

Wallahu a’lam bish showab
Zaprulkhan

#SelfReminder
#SantriMbelinxsID

SIAPAKAH USTADZ?

SIAPAKAH USTADZ?

Istilah-istilah seperti ulama, imam, syekh, dan kiai merupakan istilah untuk orang-orang yang mempunyai kapasitas tinggi dalam bidang ilmu agama Islam. Begitu pula ustadz, istilah ini tidak bisa disematkan kepada sembarang orang sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.

‘Ustadz’ merupakan bahasa serapan yang asal mulanya dari bahasa Persia. Kemudian diserap ke dalam bahasa Arab. Ustadz memiliki arti “pengajar” atau orang yang menguasai suatu bidang tertentu dan mengajarkannya.

Ustadz juga mencakup posisi mudarris (pengajar), mu’allim (orang yang mentransformasikan ilmu, membuat orang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu), dan  juga sebagai muaddib (orang yang mengajarkan etika dan moral) sehingga orang menjadi berakhlak mulia. Selain itu juga mancakup posisi seorang murabbi (guru spiritual).

Namun dalam tradisi yang ada di Timur Tengah, Sudan misalnya, gelar ustadz disematkan kepada mereka yang sudah menduduki level tinggi dalam tingkat kepengajaran di universitas (jami’ah). Gelar ini biasanya hampir setara dengan profesor atau guru besar. Misalnya, al-Ustadz al-Duktur Fulan bin Fulan, artinya Prof. Dr. Fulan bin Fulan.

Dengan demikian, tidak pantas disebut ustadz jika belum menguasai sebuah ilmu beserta perangkat-perangkatnya, apalagi dalam bidang ilmu agama Islam. Ustadz ini merupakan istilah yang digunakan di dunia kampus di negara-negara Timur Tengah dan Arab, jadi bukan hanya sekadar guru biasa.

Hal ini berbeda dengan di Indonesia yang mempunyai kekayaan bahasa yang luar biasa. Ustadz biasanya disematkan kepadaa siapa pun yang mengajarkan ilmu keagamaan, misalkan pengajar  ngaji di musala, pengajar ngaji baca tulis Al-Quran di TPQ, dan pengajar di sekolah agama, atau mereka yang mengajarkan agama pada khalayak umum.

Bahkan, akhir-akhir ini gelar ustadz pun disematkan kepada para penceramah yang diorbitkan oleh media-media. Padahal penguasaan mereka dalam bidang agama jauh di bawah standar.

Ini terjadi tidak lain karena adanya pengikisan terhadap makna asli dari istilah tersebut. Walaupun tidak terlalu bermasalah, tetapi setidaknya kita harus berlatih untuk memaknai suatu kata ataupun istilah berdasarkan makna aslinya agar tidak mudah tertipu atau salah dalam belajar agama.

Jadi, ustadz bisa disematkan kepada seseorang melalui berbagai kualifikasi keilmuan yang tidak instant. Apalagi hanya sekadar ikut audisi di layar televisi. Jago ceramah pun belum tentu bisa dikategorikan sebagai seorang ustadz, kiai, apalagi imam ataupun ulama.

Oleh karena itu, setiap kata memiliki tempat sesuai dengan maknanya masing-masing, termasuk sebuah gelar. Apalagi itu gelar yang bersifat sakral.

 Nur Hasan
Alif.id

DIALOG TENTANG TAHLIL

DIALOG TENTANG TAHLIL

Abu : "Mar, kamu katanya Islam kok masih 7 harian di kematian itu namanya tasyabbuh , kamu tahu gak 7, 40, 100 hari itu ajaran Hindu Budha."

Umar : "Masak Kang , kalo begitu Hindu Budha itu termasuk Islam dong..."

Abu : "Kamu ngaco Hindu Budha itu ka**r blog, goblog".

Umar : "Masak ka**r tahlilan, bukankah tahlil itu kalimat tauhid...?"

Abu : "Bukan tahlilnya tapi acaranya , barang siapa tasyabbuh (menyerupai) dengan orang ka**r, maka ia bagian darinya..."

Umar : "Aku malah jadi bingung Kang..."

Abu : "Ya, karena kamu goblog..."

Umar : "Kang, Nabi lahir itu Abu Jahal sudah ada belum?"

Abu : "Ya sudah to, dia paman Nabi."

Umar : "Abu Jahal Islam Kang?"

Abu : "Kafir, jahiliyah..."

Umar : "Kenapa Nabi berjubah kayak Abu Jahal Kang, apa Nabi tasyabbuh juga ?"

Abu : "Ee e e itu urusan dunia masalah pakaian..."
Umar : "Kalau urusan dunia tidak tasyabbuh ya...?"

Abu : "Ya dong..."

Umar : "Boleh gak Kang aku pake daster...?"

Abu : "Haram, itu menyerupai cewek."

Umar : "Tapi ini urusan dunia Kang, katanya bukan tasyabbuh..."

Abu : "Dah kamu ngeyel mojokin aku aja, ini masalah tahlil 7 hari ini ibadah Hindu Budha. Titik"

Umar : "Kang pusatnya Hindu Budha tu di India, di India sana gak ada acara 7, 40, 100 hari tuh, apalagi di sedekahi wong mayatnya aja dibakar. Ini semula tradisi masyarakat Jawa, oleh para Walisongo tradisi yang sudah ada itu dipelihara kemudian diberi ruh Islam,

Abu : Tapi ini bukan tradisi umat Islam, Nabi tidak pernah mencontoh budaya orang ka**r seperti ini, kenapa tidak diganti budaya Islam? Jadi syirik kan...?"

Umar : "Kang Abu, katanya sudah jadi ustadz, koq cetek men ilmunya...?"

Abu : "Maksudmu bagaimana? Ngawur kamu Lop"

Umar : "La koq suruh ngganti budaya Islam, emang ada budaya Islam?"

Abu : "Ada, di Arab banyak contohnya"

Umar : "Itu budaya Arab Kang bukan budaya Islam. Jadi Islam itu bukan budaya tapi Islam itu ruh , system , ajaran. Namanya ruh, sistem, ajaran itu bisa dimasukkan kedalam apa saja , ruh itu bisa dimasukkan ke tubuh orang Indonesia atau orang Arab tujuan utamanya sama " illa liya'buduun "

Abu : "Tapi ini bertentangan dengan Islam..."

Umar : "Mana bertentangannya? Tahlil itu baca kalimah tauhid, ayat suci Al Qur'an, Sholawat dan berdoa apa Islam melarang itu.?"

Abu : "Bukan bacaannya, tapi itu budaya Jawa kenapa dipertahankan?"

Umar : "Sampean pernah Umroh kan ? Kenapa sampean Thawaf ?"

Abu : "Itu rukun Haji/ Umrah, harus dilaksanakan."

Umar : "Sampean tahu sejarah Thawaf ?"

Abu : "Terus terang, meskipun aku Ustadz dan rajin dauroh tidak tahu sejarah thawaf."

Umar : "Oke ktang, sebenarnya ada banyak sekali budayanya ka**r jahiliyyah yang oleh Kanjeng Nabi diadopsi menjadi syariat namun tetap mempertahankan budaya itu sendiri sehingga bisa merangkul semua agama dan kalangan, contoh nya, aku tunjukkan budayanya ka**r jahiliyah yang menjadi hukum syariat :

THOWAF

Thowaf itu ada sebelum Nabi lahir , para wanita Arab itu keliling Ka'bah 7x dengan telanjang bulat .*Gak usah ngiler ya dengar cewek bugil*
itu upacara pemujaan karena di samping Ka'bah ada patung tuhan mereka latta dan uzza kenapa mereka telanjang , menurut ajaran dia menghadap Tuhan / berdoa harus suci , ingat Kang syariat Nabi Musa kalo baju kena najis itu harus di sobek dan di buang. Kalo syariat Nabi kita dicuci ya! Nah budaya ini, keliling Ka'bah 7x tidak dihilangkan Nabi tapi masuki ruh Islam latta uzza dibuang , suci tidak berarti telanjang tapi suci bersih ( simbul bersih suci itu sekarang warna putih ) jadilah pakaian ihram itu berwarna putih.

AQIQAH

Sudah jd tradisi di Arab sana kalo punya anak disyukuri dengan menyembelih binatang peliharaan dan melumurkan darah penyembelihan.
Oleh Nabi, budayanya masih dipertahankan diberi ruh Islam. Menyembelihnya masih, tapi tidak dilumuri darah dan rambutnya di cukur dan diberi minyak wangi. 

Abu : "Oh begitu ta, baru tahu nih!"

Umar : "Makanya ayo kita banyak belajar jangan nyalahi orang melulu. Ayo minum kopinya dulu...Srupuuut ahhh."

والله أعلم

Wong Jowo
#SantriMbelinxsID
#SarungerSquad

MENGENANG MASA KECIL:NGAJI "TURUTAN"

MENGENANG MASA KECIL:NGAJI "TURUTAN"

Mengenang waktu kecil, ada satu kitab yang pasti dipunyai anak-anak. Kitab itu adalah kitab “Turutan” sebagai buku panduan cara mengeja huruf Hijaiyah.

Orang Jawa lebih mengenal “Turutan” daripada kitab “Baghdadiyah”, nama asli buku eja huruf Arab itu. Sebutan ngaji Turutan sudah dikenal dalam Serat Centhini dalam salah satu fragmen bercerita tentang kebiasaan orang Jawa sesudah matahari terbenam.

Dijelaskan dalam Centhini, bahwa anak-anak sehabis shalat Maghrib tidak langsung pulang ke rumah, tapi tetap di langgar (mushalla). 

Mereka ada yang langsung membaca “Qul ya ayyuhal Kafirun” dan ada pula yang mengeja: “Alif fathah a,alif kasroh i,alif dhommah u... ” 

Dengan kata lain, dari pertama Islam masuk Nusantara sudah dikenalkan metode Turutan atau Baghdadiyah.

Secara bahasa, Turutan berakar kata dari tutur-urutan yang dilafalkan menjadi Turutan. Pertama, disebut tutur karena titik tekan belajar aksara Arab dengan metode Baghdadiyah ialah benar membunyikan dan melafalkan huruf: bukan sekedar tahu bacaan huruf.

Di samping itu disebut tutur sebab “bacaan murid” harus sama dengan contoh “bacaan guru”, sebab metode ini menjadi inti talaqqi (ketemunya murid dengan guru). Bisa saja murid tahu bacaan huruf, tapi jika belum sama dengan cara baca gurunya, sang murid belum dianggap lulus.

Kedua, disebut urutan karena materinya tersistematisasi dari mulai huruf per huruf, vokal per vokal, dan seterusnya. Murid dituntut benar melalui tahapan-tahapan belajar dan tidak boleh loncat sekalipun sudah kenal bacaan huruf.

Bisa juga urutan dipahami dengan membaca berurutan: Diawali guru kemudian ditirukan murid. Guru tidak hanya menyimak tetapi memberi contoh bacaan yang pas. Cara ini bukan mengurangi aspek keaktifan murid. Justru dengan membaca berurutan dari guru dilanjutkan murid ada hubungan aktif antar keduanya. Bahkan seorang guru ngaji dituntut hadir secara fisik dan spiritnya.

Beda dengan metode ngaji yang diterapkan sekarang: Seolah-olah guru hadir tapi karena spiritnya sedang “terganggu”, dia membiarkan muridnya mengaji sesuka-sukanya. Hasilnya kualitas bacaan murid yang disimak bervariasi sesuai mud gurunya.

Secara prinsip, cara ngaji Turutan ini memiliki pengaruh besar bagi masyarakat non Arab seperti orang Jawa sehingga mereka dapat mengeja Al-Qur’an seperti cara eja bangsa Arab yang pertama kali diturunkan Al-Qur’an.

Bagi orang Jawa tidak mudah untuk dapat melafalkan huruf-huruf seperti: dza, dha, ‘ain, ghain, fa’, dll. Mereka tidak mudah memainkan dan menggetarkan lidah di rongga mulut. Karena ibarat senjata lidah itu harus lurus dan dirahasiakan dalam wadahnya. Makanya dza dibaca Lo (dzuhur jadi luhur); ‘ain dibaca nga (alam jadi ngalam), fa’ jadi pa’ (Fatihah jadi patikah), dll.

Berkat belajar Turutan mereka dapat mengeja huruf-huruf Al-Qur’an sesuai kaidah yang ditentukan. Sekalipun dalam percakapan keseharian mereka tetap konsisten dengan cara dan gaya aslinya. Alasan mereka, “turutan itu bisa juga berarti mengikuti alur/jalan (nutur-ratan).

Dengan kata lain, harus pandai menyesuaikan situasi dan kondisi. Makanya wajar seorang santri Jawa yang hafizd Qur’an pun dalam komunikasi sehari-hari dengan seorang haji, dia tetap memanggil Pak Kaji bukan Pak Haji.

Muhammad Ishom

alif.Id

IMSAK SAHUR, BID'AH KAH??

IMSAK SAHUR, BID'AH KAH?? 

Seorang teman mengeluh karena di masjidnya tadi malam tidak ada lagi yang menyiarkan waktu imsak. Ia lalu bertanya kepada bapak-bapak yang biasanya menyalakan mic dan menyiarkan imsak. Bapak ini menjawab kalo ia takut dibilang bid'ah.

Memang saat ini beredar viral yang menyatakan bahwa tradisi imsak saat sahur adalah bid'ah, tidak ada dalilnya dari Nabi. 

Hal ini bisa dilacak dari pertanyaan yang tujukan kepada Syeikh Usaimin. Beliau menjawab bahwa imsak termasuk bid'ah.

“… Perbuatan ini (imsak beberapa menit sebelum azan) merupakan perbuatan bid’ah, tidak ada dasarnya dalam sunnah, bahkan sangat bertentangan dengan sunnah. Sebab ALLAH SWT  telah menegaskan dalam Al-Qur'an: 
“…Dan makan serta minumlah sampai nampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai datang malam hari…” (Q.S Al-Baqarah:187). (Fatawa al-Islâm: 2/126): 

Dari fatwa inilah lalu orang-orang salafi di Indonesia gencar membid'ahkan tradisi imsak.

Tradisi "...imsak.. imsak.." sebenarnya sudah lama ada. Sayang banyak yang salah paham, gegara terjebak pada arti bahasa. Secara bahasa, imsak artinya: menahan diri. Dari apa? Dari hal-hal yang dilarang dalam puasa, terutama makan, minum, maupun bersenggama. 

Dari sini lalu dipahami bahwa kalau di Masjid sudah terdengar tanda imsak, maka saat itu juga haram hukumnya makan, minum, dll. Padahal sebenarnya tidak begitu. 

Suara "imsak.." "..imsak" yang jadi tradisi di Indonesia sebenarnya adalah peringatan bagi warga muslim sekitar masjid setempat, bahwa waktu sahur akan segera berakhir, bahwa sebentar lagi akan segera masuk waktu subuh, bahwa sebentar lagi kita harus menahan diri. 

Dari mana kebiasaan ini muncul? Dari hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim ini: 

عن زيد بن ثابت رضي الله عنه قال  : تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسُّحُوْرِ ؟  قَالَ قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيَةً

Dari Zaid bin Tsabit ra. ia berkata, “dahulu kami sahur bersama Nabi saw,  kemudian beliau shalat subuh”. Anas bin Malik bertanya, “berapa jeda waktu antara adzan subuh dengan sahur?” Zaid menjawab, "Kira-kira rentang waktu membaca 50 ayat.”

Hadis ini keshahihannya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, sehingga oleh para ulama disebut sebagai Muttafaq 'alaih. Dalam 'ulumul hadits, Muttafaq 'alaih adalah kategori hadits shahih yang paling tinggi.

Berdasarkan hadits ini, jelas ada jeda antara  berhentinya sahur Nabi SAW dengan adzan shubuh, dengan jarak waktu sekitar cukup untuk membaca 50 ayat Al-Qur'an. 

Dalam menjealsakan hadits di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, menjelaskan;

قوله : ( قال : قدر خمسين آية ) أي : متوسطة لا طويلة ولا قصيرة لا سريعة ولا بطيئة ، وقدر بالرفع على أنه خبر المبتدأ ، ويجوز النصب على أنه خبر كان المقدرة في جواب زيد لا في سؤال أنس لئلا تصير كان واسمها من قائل والخبر من آخر . قال المهلب وغيره : فيه تقدير الأوقات بأعمال البدن ، وكانت العرب تقدر الأوقات بالأعمال كقوله : قدر حلب شاة ، وقدر نحر جزور ، فعدل زيد بن ثابت عن ذلك إلى التقدير بالقراءة ؛ إشارة إلى أن ذلك الوقت كان وقت العبادة بالتلاوة ،

perkataan [Zaid berkata; kira-kira bacaan 50 ayat], yakni ayat yang sedang, bukan yang panjang atau yg pendek, bukan pembacaan yang cepat, juga bukan yang lambat.  

(Lafaz "qadr dibaca rafa', karena ia berkedudukan sebagai khabar mubtada. Tapi bisa juga dibaca nashab, karena ia juga bisa berposisi sebagai khabar kana yang diqadrkan sebagai jawaban zaid, bukan atas pertanyaan anas...dst)

"Almihlab dan ulama lain berkata: dalam hadis ini terdapat perkiraan interval waktu dengan aktifitas fisik; dan biasanya orang arab memang suka membuat perkiraan waktu dengan aktifitas fisik ini, seperti dengan ukuran waktu sepemerasan susu kambing... maka, dalam hadis ini zaid makai perkiraan waktu itu dengan pembacaan al-Qur'an. Ini merupakan sebuah isyarat, bahwa waktu sahur adalah waktu ibadah, seperti halnya membaca al-Qur'an."

Bila dikonversi ke era sekarang, waktu untuk membaca 50 ayat Al-Quran yang sedang itu adalah sekitar 10-15 menit tadi. Inilah jeda waktu dari sahur nabi ke adzan Shubuh sebagaimana disebutkan dalam hadits Muttafaq 'alaih di atas. 

Dulu orang menentukan waktu shalat Shubuh dengan langsung melihat langit. Sekarang zaman sudah berkembang. Waktu shalat Shubuh sudah bisa dihitung dengan ilmu Falak. Karena itulah para ahli Falak kemudian menentukan waktu imsak sekitar 10 menit sebelum adzan Shubuh.

Jadi jelas tradisi imsak ini ada dasar dalilnya, yakni hadits di atas tadi. Jadi bukan bid'ah.

Ada pula sebagian pihak yang berusaha membenturkan hadits ini dengan hadits lain yang menyatakan bahwa sahur terbaik adalah yang paling akhir. Bahwa masyarakat tidak perlu diberi tanda isyarat imsak, karena ia akan menghentikan aktifitas santap sahurnya. Padahal sunnahnya justru mengakhirkan sahur hingga terdengar adzan.  Ini jelas kurang tepat.

Adalah benar bahwa sahur itu sunnahnya memang diakhirkan. Tetapi bukankah dengan adanya tanda siaran "imsaak.... imsak..." itu justru akan membantu orang yang ingin makan sahur pada 10 menit waktu terakhir? 

Jika memang kecepatan makan Anda oke, sehingga sepiring nasi dan segelas air bisa habis dalam tempo 10 menit itu, maka "imsak... imsaak" justru akan membantu Anda mengakhirkan makan sahur.

Namun bila makan Anda lambat, apalagi diselingi dengan buka-buka HP dan update status, sebaiknya mulai makan sahur sebelum 10 menit terakhir ini.

Ali Imron 

PERJALANAN CINTA KH MAFTUH BASTHUL BIRRI(PENGASUH PONDOK PESANTREN MQ LIRBOYO)

PERJALANAN CINTA KH MAFTUH BASTHUL BIRRI(PENGASUH PONDOK PESANTREN MQ LIRBOYO) 

Pucuk dicinta ulam pun tiba,mungkin itulah peribahasa yang pas untuk menggambarkan perjalanan cinta Syaikhina wa Murobbi Arwahina KH. Maftuh Basthul Birri dengan istri terkasih bunyai Khotimatul Khoir putri ke lima almaghfurlah KH. Marzuqi Dahlan Lirboyo Kediri.

Kalau saya melihat di kamus pribahasa, arti dari pribahasa itu adalah mendapatkan sesuatu yang lebih dari ekspektasi, lebih dari yang diharapkan / dicita-citakan.
Saat itu, Mbah Yai Maftuh sudah berumur 27 tahun setelah perjalanan panjang "rihlah ilmiahnya" selama 13 tahun di berbagai pondok pesantren; Di Krapyak Yogyakarta 5 tahun, Lirboyo Kediri 5 tahun dan Sarang Lasem Rembang 3 tahun. Kemudian beliau memutuskan boyong, menetap di rumah untuk mengembangkan & mengamalkan ilmunya dan yang paling urgen adalah mencari pasangan hidup.

Seperti umumnya pemuda, beliau pun berikhtiar mencari pasangan hidupnya meskipun toh jodoh sudah ditaqdirkan oleh-Nya. Ikhtiar ini bukannya tidak percaya dengan taqdir ALLAH tapi lebih ke "adabiyah" toto kromo ke Pengeran bahwa memang kita lah yang butuh kepada-Nya.

Usaha beliau dalam mencari tulang rusuknya sudah bisa dibilang maksimal, mulai dicarikan orang lain beberapa calon pendamping hidup yang sekiranya cocok, tapi dari calon-calon itu tidak satupun yang dapat menggetarkan hati beliau tuk meminangnya. Lalu beliau juga mencari sendiri, tapi alhasil belum juga mendapatkan sosok calon ibu yang pantas menjadi madrasah bagi putra-putri beliau. Memang mungkin belum waktunya ALLAH mengirimkan jodoh yang masih dipingit ALLAH itu. Tapi tidak sampai menunggu setahun, akhirnya ALLAH mempertemukan beliau dengan belahan hidupnya yaitu Bu Nyai Khotimatul Khoir.

Singkat cerita, setelah beliau pulang dari ibadah haji, merasa terpanggil untuk sowan kepada Kiai Lirboyo, yaitu Almaghfurlah KH. Marzuqi Dahlan. Tapi ada yang tidak biasa dalam sowan kali ini, umumnya orang sowan itu hanya sebentar, bertemu, mengutarakan hajat, dibacakan doa, selesai, pulang. Tapi kali ini, sowan beliau terbilang lama, perlahan Mbah Marzuqi dawuh-dawuh kemudian beliau mengutaran sebuah hal yang sangat penting. Yaitu menjodohkan beliau dengan putrinya yang ke lima,yaitu Bu Nyai Khotimatul Khoir. 

Akhir statemen Mbah Marzuqi "tidak usah dijawab sekarang, besok saja kapan-kapan saya mau menemui orang tuamu di Kutoarjo".

Dan beberapa bulan kemudian, Mbah Marzuqi pun sungguh-sungguh datang ke rumah orang tua beliau di Kutoarjo bersama Almaghfurlah KH. Abdul Aziz Manshur menantunya, Almaghfurlah KH. Bahru Ulum dan Mbah Akhlis. Dan memutuskan bahwa tanggal 29 Syawwal akan dilangsungkan akad nikah di Lirboyo.

Dalam karyanya KH. Maftuh Basthul Birri yang berjudul "Sepercik Air Laut Perjalanku" beliau berpesan: "Perlu dicatat bahwa sebelum nikah, saya belum kenal dengan calon istri, belum pernah mengerti dan melihat sama sekali, meskipun mungkin ada orang yang tidak percaya. Bagi saya, semua itu tidak ada masalah. Untuk apa nadzhor (melihat calon / ta'arruf) terlebih dahulu atau tanya tentang dia (kepo/stalking), kalau oleh ALLAH sudah ditaqdirkan jodohnya".

Masih pesan beliau : "Orang berpacaran, cowok mikir cewek atau cewek mikir cowok, pasti selalu gelisah tidak pernah tenang hidupnya, kalau itu tidak dihilangkan maka hilangkanlah. 
Anda akan sangat beruntung, hidupnya bisa tenang dan bahagia. Karena itu sangat sulit dihilangkan kalau sudah kadung/terlanjur.
Maka, jangan coba-coba, hati-hati sejak awal, selalu menjaga diri, jaga jarak antara putra dan putri berlainan jenis yang bukan mahram. Jangan memudahkan bergaul. Jangan sampai terkena imbas dari berpacaran. Semua tidak ada gunanya. Mintalah pasangan hidup langsung kepada ALLAH dengan penuh kesabaran dan tawakkal".

Kehidupan rumah tangga beliau sangat harmonis & romantis dalam menjalani bahtera keluarga. 

Semoga beliau berdua panjang umur, sehat selalu, bahagia selalu. Dan semoga kita diakui santri beliau di dunia maupun di surganya kelak.

Sehat terus Mas Yai,dangu mboten kepangge🙏🙏

#SantriMbelinxsID
#KeluargaBaniMuhyi

KH. MAKSHUM DJAUHARI, PENDEKAR ANDALAN NU YANG PENUH KAROMAH

KH. MAKSHUM DJAUHARI, PENDEKAR ANDALAN NU YANG PENUH KAROMAH

Nama besar KH Maksum Djauhari alias Gus Maksum salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Kediri ini tak bisa dilepaskan dengan keberadaan Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (Pagarnya NU dan Bangsa). 

Karena Gus Maksum yang juga cucu pendiri Ponpes Lirboyo Kediri, KH Abdul Karim ini, adalah pendiri Ikatan Pencak Silat NU Pagar Nusa. 

Pria kelahiran Kanigoro, Kediri 8 Agustus 1944 lalu ini sejak kecil telah memiliki kelebihan dan karomah diantaranya mampu melompat melayang dari satu tiang ke tiang yang lainnya di Masjid Kanigoro. 

Dia juga mampu berputar cepat diatas piring tanpa pecah laksana gangsing, padahal waktu itu dia belum mahir ilmu silat.

Sejak kecil Gus Maksum sudah gemar lelaku batin dan belajar pencak silat sehingga ketika beranjak dewasa dia lalu melanglang buana ke beberapa daerah di pulau Jawa untuk berguru ilmu silat dan kanuragan. 

Selain menguasai banyak aliran silat dengan sempurna, dia juga memiliki banyak kemampuan linuwih lainnya. Sehingga namanya identik dengan dunia persilatan, tenaga dalam, dan pengobatan.

Konon Gus Maksum juga pernah melempar seekor kuda seperti melempar sandal padahal waktu itu bobot angkatan beliau tidak lebih dari 20 kilogram.

Kisahnya terjadi saat Gus Maksum masih remaja, saat itu dia membantu salah seorang familinya untuk memasang sapi bajakannya. 

Ketika hendak memasang tiba-tiba sapi itu mengamuk dan dengan cepat dan kuat menerjang kearah dada Gus Maksum. 

Dengan refleks dia menangkis sehingga apa yang terjadi membuat semua orang yang melihatnya heran karena sapi itu terpelanting beberapa meter jauhnya. 

Saat kecil, dia belajar agama pada orangtuanya, KH Abdullah Jauhari di Kanigoro. Masuk SD Kanigoro (1957), lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya banyak diisi dengan pengajian-pengajian di Pesantren Lirboyo. 

Namanya juga sempat terdengar ke seluruh pelosok daerah ketika menjabat Komando Penumpasan PKI dan antek-anteknya di wilayah Kediri dan sekitarnya. 

Salah satu kisah yang menunjukan karomah Gus Maksum adalah ketika bentrok dengan orang-orang PKI di alun-alun Kediri. 

Gus Maksum yang waktu itu sangat muda usianya mampu mengalahkan belasan orang-orang PKI sendirian.

Setiap bacokan dan tebasan senjata tidak pernah bisa mengenai tubuh dia. Bahkan senjata lawan selalu berhenti jarak satu kilan dari tubuhnya. 

Kalaupun ada yang sampai mengenai tubuh dia, senjata-senjata itu tak ada satupun yang melukainya.

Dalam pertarungan itu Gus Maksum bukan hanya menggunakan olah kanuragan tapi juga dengan olah batinnya.

Gus Maksum juga dikenal dengan penampilan nyentriknya karena berambut gondrong, jenggot dan kumis panjang. 

Dia juga bersarung setinggi lutut, memakai bakiyak, berpakaian seadanya, dan tidak makan nasi. Sikapnya tegas. Karena itulah namanya banyak digandrungi anak-anak muda NU.

Penampilan Gus Maksum dengan rambut gondrongnya bukan sekedar gaya atau hobi semata. 

Tetapi rambut gondrongnya itu merupakan sebuah ijazah yang didapat dari gurunya yaitu Habib Baharun Mrican Kediri, hasil dari pengamalan itu sering terjadi keanehan-keanehan terkait dengan rambutnya. 

Diantaranya rambut Gus Maksum bisa berdiri, bisa mengeluarkan api, serta tidak mempan dipotong.

Bukti daripada itu adalah, pada dekade 1970-an dia pernah terjaring razia rambut panjang. Namun terjadi keanehan, setiap kali aparat menggunting rambutnya, rambut itu tidak terpotong. 

Bahkan setiap gunting yang tajam beradu dengan rambut beliau selalu mengeluarkan percikan api.

Menanggapi kejadian tersebut dalam berbagai kesempatan Gus Maksum hanya berkata semua hanyalah kebetulan saja dan berkat pertolongan Allah SWT.

Sebelum mendirikan Pagar Nusa, kelebihan dan karomah Gus Maksum muda teruji ketika diundang menghadiri pertandingan silat di Kediri Timur. 

Saat itu dia bertarung melawan pendekar silat dari berbagai macam aliran silat yang sudah berkumpul disitu. 

Karena telah memiliki bekal dan kemampuan yang terlatih sejak kecil Gus Maksum mampu mengalahkan puluhan pesilat sendirian. Bahkan lawan terakhir berhasil dikalahkan dengan sangat mudah peristiwa ini terjadi saat dia berusia 16 Tahun.

Gus Maksum juga terkenal dengan kemampuan olah batinnya ketika mampu mengalahkan, salah satu raja jin yang berdiam di tubuh salah seorang yang kesurupan. 

Raja jin tersebut bernama Jin Dempul. Orang kesurupan tersebut berhasil disembuhkan Gus Maksum setelah Jin Dempul yang bersemayam di dalam tubuh orang itu berhasil ditaklukan. 

Gus Maksum pernah kedatangan tamu dari Semarang yang mengeluhkan kelakuan putranya yang suka mabuk-mabukan dan sering pergi ke lokalisasi. 

Bahkan putranya sering mengancam akan membunuh orang tuanya. Karena sudah tak tahan melihat kelakuan putranya itu, dia pergi ke rumah Gus Maksum di Kediri, dengan harapan mendapat obat untuk mengobati prilaku anaknya. 

Tapi yang diharapkan tidak dipenuhi Gus Maksum, dia hanya membuatkan sepucuk surat untuk dibawa pulang agar dibacakan kepada anaknya.

Walaupun orang tua itu bingung karena obat yang diharapkannya tidak diberi, dia tetap melakukan apa yang diperintahkan Gus Maksum dengan menyampaikan surat itu kepada anaknya. 

Dan begitulah setelah surat itu dibacakan kepada anaknya dalam waktu singkat kelakuan anaknya yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan perlahan berubah. Singkatnya kelakuan anak itu tidak lagi nakal seperti dulu.

Kelebihan lainnya dari Gus Maksum adalah saat NU masih menjadi partai sering bentrok dengan massa LDII dulu bernama Darul Hadits waktu itu termasuk underbow dari Golkar. 

Suatu ketika massa LDII/Golkar berkonvoi melewati jalan depan Pesantren Lirboyo, saat itu Gus Maksum sedang menerima tamu.

Ketika arak-arakan itu sampai depan ndalem Gus Maksum, beliau langsung keluar karena mendengar bising suara knalpot dan klakson kendaraan yang memekakan telinga.

Melihat gelagat yang kurang baik ini secara reflek Gus Maksum mengacungkan jari telunjuknya kearah mereka. 

Keajaibanpun terjadi dengan serta merta seluruh ban kendaraan yang mereka tumpangi bocor secara serentak. 

Karena bannya bocor rombongan konvoi itu tidak bisa melanjutkan arak-arakan.Akhirnya terpaksa mereka pulang dengan mendorong kendaraannya masing-masing.

Kelebihan ini juga terbukti ketika dia diundang pengajian di daerah Sragen Jawa Tengah pada 1999. 

Waktu itu tanpa ada sebab yang jelas tiba-tiba ada orang yang menikamnya untungnya Gus Maksum tidak terluka sedikitpun hanya pakaian yang dipakai robek kena tikaman, lalu pakaian itupun beliau simpan karena pemberian dari salah seorang sahabatnya.

Gus Maksum juga disebut sebut kebal terhadap santet. Sudah tidak terhitung banyaknya dukun santet yang pernah dihadapi, sejak kecil Gus Maksum sudah terbiasa menghadapi berbagai macam-macam aliran ilmu santet. 

Beliau juga tidak segan-segan untuk menantang para dukun santet secara terang-terangan.Hal itu dilakukan karena santet menurut Gus Maksum termasuk kemungkaran yang harus dilawan.

Kekebalan Gus Maksum terhadap santet juga sudah pembawaan sejak lahir, karena dia masih keturunan Kiai Hasan Besari (Ponorogo). 

Menurut Gus Maksum sebagai muslim tidak perlu khawatir terhadap santet,karena santet hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kufur atau murtad. Yang penting seorang muslim haruslah selalu ingat kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.

Diantara pengalaman Gus Maksum mengenai santet diantaranya dialaminya ketika menginap di Desa Wilayu, Genteng, Banyuwangi, sekitar jam setengah dua malam, saat hendak istirahat, tiba-tiba dari arah kegelapan muncul bola api sebesar telur terbang menuju kearah pahanya.

Dengan santai Gus Maksum membiarkan bola api itu mendekatinya.Ketika bola api itu sampai ke paha, dia cuma tanya. ”Banyol tha (mau bercanda ya?) seketika itu juga bola api itu melesat pergi ditengah kegelapan malam.

Satu lagi kejadian yang pernah dialaminya, ketika bermalam di Desa Kraton, Ranggeh saat Gus Maksum beristirahat, dia didatangi kera jadi-jadian yang berusaha mencekiknya. 

Tapi usaha itu dibiarkannya saja, setelah beberapa lama baru ditanya Gus Maksum. “Mau main-main ya, langsung saja kera itu lari menghindar dari Gus Maksum.

Sebagai pentolan utama NU, Gus Maksum selalu sejalur dengan garis politik NU, namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. 

Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan bergabung dengan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. 

Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif. Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa. 

Al Fatihah untuk beliau berdua

Sumber :
-sachrony.wordpress
-saungwali.blogspot
-nahdhiyyin.blogspot

DZUL KHUWAIRISAH:BENIH RADIKALISME PERTAMA DALAM ISLAM

DZUL KHUWAIRISAH:BENIH RADIKALISME PERTAMA DALAM ISLAM

Al-Imam Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H) berkata dalam kitabnya Talbiis Ibliis:

أَوَّلُ الْخَوَارِجِ وَأَقْبَحُهُمْ حَالَةً ذُو الْخُوَيْصِرَةِ

“Khawarij yang pertama dan paling jelek adalah Dzul Khuwaishirah.” (Talbiis Ibliis (hal. 110) oleh Imam Ibnul Jauzi, cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah )

Dalam riwayat al Imam al Bukhari disebutkan bahwa ketika kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi ghanimah, tiba-tiba Dzul Khuwaishirah -seseorang dari bani Tamim- mendatangi beliau seraya berkata: 
يارسول الله اعدل

“Wahai Rasulullah, berbuat adillah!!”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah engkau, siapa lagi yang dapat berlaku adil jika aku sudah (dikatakan) tidak adil. Sungguh celaka dan rugi jika aku tidak dapat berbuat adil.” Lalu ‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal lehernya!” Rasulullah menjawab: “Biarkan dia. Sesungguhnya dia mempunyai pengikut, dimana kalian menganggap remeh shalat kalian jika dibandingkan shalatnya mereka, juga puasa kalian dibandingkan puasanya mereka. Mereka membaca Al-Qur-an tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya…”(HR.Al Bukhari 3344, 3610, 6163, 6933 dan Muslim 1064, 1065)

Dalam riwayat lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هذَا، أَوْ فِيْ عَقِبِ هذَا قَوْمٌ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ مُرُوْقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ، يَقْتُلُوْنَ أَهْلَ اْلإِسْلاَمِ وَيَدَعُوْنَ أَهْلَ اْلأَوْثَانِ، لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ َلأَقْتُلَنَّهُمْ قَتَلَ عَادٍ.

“… Akan keluar dari keturunan orang ini suatu kaum yang mereka itu ahli membaca Al-Qur-an, namun bacaan tersebut tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya. Mereka membunuh ahlul Islam dan membiarkan hidup ahlul Autsan (orang kafir). Jika aku sempat mendapati mereka, akan kubunuh mereka dengan cara pembunuhan terhadap kaum ‘Aad.” ( HR. Al-Bukhari (no. 3344), Muslim (no. 1064 (143)) dan Abu Dawud (no. 4764)).

KIAI JAUHARI UMAR, PINDAH DARI ALIRAN WAHABI MENJADI SARKUB MANAQIB

KIAI JAUHARI UMAR, PINDAH DARI ALIRAN WAHABI MENJADI SARKUB MANAQIB

Kitab Manaqib Jawahirul Ma’ani adalah manaqib (riwayat hidup) yang menceritakan Sulthonul Auliya’ Syech Abdul Qodir Al Jilani (ada yang menyebut Al Jaelani). Mulai dari kelahirannya, perjalanan menuntut ilmu, karomah-karomahnya sampai pada wafatnya.
Kitab Manaqib ini disusun oleh seorang ulama (alm) KH. Ahmad Jauhari Umar (allah yarham), pemimpin Pondok Pesantren Darus Salam, Pasuruan Jawa Timur.

KH. Ahmad Jauhari Umar ini mengajarkan dan ‘mengijazahkan’manaqib Jauhar Ma’ani kepada para murid-murid beliau. Dari murid-murid beliau inilah manaqib tersebut akhirnya tersebar luas ke seluruh nusantara, bahkan sampai ke negara tetangga juga.

Di dalam kitab manaqib di pada halaman belakang juga sudah dijelaskan manfaat dari manaqib tersebut dan cara pengamalannya. Misalnya, supaya bisa mendapatkan ilmu ladunni luas rezki, maka setiap hari membaca wirid “Ya Badii’” 946 x, di lanjutkan membaca manaqib Jawahirul Ma’ani tersebut.

Syaikh Ahmad Jauhari Umar dilahirkan pada Jum’at legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 02.00 malam, yang keesokan harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Presiden Soekarno dan Dr. Muhammad Hatta. Tempat kelahiran beliau adalah Dukuh Nepen, Desa Krecek, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. 

 Sebelum berangkat ibadah haji, nama beliau adalah Muhammad Bahri, putra bungsu dari Muhammad Ishaq. Meskipun dilahirkan dalam keadaan miskin, namun dari segi keturunan, ia tergolong mulia. Dari sang ayah, beliau masih keturunan Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati. Sementara dari sang ibu, Kiai Jauhari Umar masih trah keturunan KH Hasan Besari, Tegal Sari, Ponorogo, Jawa Timur, yang juga masih keturunan Sunan Kalijaga.

Pada masa kecil, Syaikh Ahmad Jauhari Umar dididik oleh ayahanda sendiri dengan disiplin pendidikan ketat dan sangat keras. Diantaranya adalah menghafal kitab Taqrib dan maknanya serta mempelajari tafsir Al-Qur’an, baik ma’na maupun nasakh-mansukhnya.

Ahmad Jauhari Umar kecil juga dulu tidak diperkenankan oleh ayahanda berteman dengan anak-anak tetangga dengan tujuan supaya ia tidak mengikuit kebiasaan tidak baik dari mereka. Ia juga dilarang merokok dan menonton hiburan seperti orkes, wayang, ludruk dan lain-lain, serta tidak boleh meminum kopi dan makan di warung. 

Pada usia 11 tahun, Jauhari Umar sudah mengkhatamkan Al-Qur’an. Semua itu berkat kegigihan dan disiplin ayah beliau dalam mendidik dan membimbingnya secara ketat dan taat.
Orang tua Syaikh Ahmad Jauhari Umar memang terkenal cinta kepada para alim ulama, terutama mereka yang memiliki barakah dan karamah. Ayah beliau berpesan kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar agar selalu menghormati para ulama. Jika sowan (berkunjung) kepada para ulama supaya selalu memberi uang atau jajan (oleh-oleh). 

Pesan ayahanda tersebut dilaksanakan oleh beliau, dan semua ulama yang pernah diambil manfaat ilmunya mulai dari Kyai Syufa’at Blok Agung Banyuwangi hingga KH. Dimyathi Pandeglang Banten. Semuanya pernah diberi uang oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar, sesuai pinta ayahnya tadi. 

Sebenarnya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah menganut faham wahabi, bahkan sampai menduduki posisi wakil ketua Majlis Tarjih Wahabi Kaliwungu. Adapun beberapa hal yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar pindah dari sekte paham wahabi dan menganut paham ahlussunah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Beliau pernah bermimpi bertemu dengan kakeknya bernama KH. Abdullah Sakin yang wafat pada tahun 1918 M. Dalam mimpi, beliau berwasiyat kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar bahwa yang benar adalah paham ahlussunah wal jamaah.

 
2. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah bertemu dengan KH Yasin bin Ma’ruf, Kedunglo, Kediri. Pertemuan itu terjadi di warung/ rumah makan Pondol, Pesantren Lirboyo, Kediri. Kiai Yasin berkata kalau Ahmad Jauhari Umar kelak akan menjadi seorang ulama yang banyak tamunya. Dan ucapan KH Yasin tersebut terbukti. Beliau setiap hari menerima banyak tamu.

3. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah berjumpa dengan Sayyid Ma’sum, Badung, Madura, yang memberi wasiat bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar banyak santrinya berasal dari jauh. Dan hal itu juga terbukti.

4. Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan KH Hamid Abdillah, Pasuruan. Beliau berkata bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar akan dapat melaksanakan ibadah haji dan menjadi ulama yang kaya. Dan terbukti beliau sampai ibadah haji sebanyak lima kali dan begitu juga para putranya.

Empat hal itulah yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar menganut paham ahlussunah wal jamaah karena beliau merasa heran dan takjub kepada para ulama ahlussunah yang dapat mengetahui hal-hal rahasia (ghaib). Dan karakter ulama yang demikian ini tidak dijumpainya pada ulama-ulama golongan wahabi.

Dalam menghadapi setiap cobaan yang menimpa, Syaikh Ahmad Jauhari Umar memilih satu jalan, yaitu mendatangi ulama. Adapun beberapa ulama yang dimintai do’a dan barokah oleh beliau diantaranya adalah:

1. KH. Syufa’at Blok Agung Banyuwangi.
2. KH. Hayatul Maki Bendo Pare Kediri.
3. KH. Marzuki Lirboyo Kediri.
4. KH. Dalhar Watu Congol Magelang.
5. KH. Khudlori Tegal Rejo Magelang.
6. KH. Dimyathi Pandeglang Banten.
7. KH. Ru’yat Kaliwungu.
8. KH. Ma’sum Lasem.
9. KH. Baidhawi Lasem.
10. KH. Masduqi Lasem.
11. KH. Imam Sarang.
12. KH. Kholil Sidogiri.
13. KH Abdul Hamid Abdillah Pasuruan.

Selesai beliau mendatangi para ulama, maka ilmu yang didapat dari mereka beliau kumpulkan dalam sebuah kitab “Jawahirul Hikmah”.
Kemudian beliau mengembara ke makam – makam para wali (menjadi sarkub, alias sarjana kuburan -bahasa santri), mulai dari Banyuwangi sampai Banten hingga Madura. Sewaktu beliau berziarah ke makam Syaikh Kholil Bangkalan Madura, Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan Sayyid Syarifuddin yang mengaku masih keturunan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA. 

Kemudian Sayyid Syarifuddin memberikan ijazah kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar berupa amalan ‘Manaqib Jawahirul Ma’ani’ yang hingga kini tersebar luas di seluruh Indonesia karena banyak fadhilahnya, bahkan sampai ke negara asing seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Pakistan, Tanzania, Afrika, Nederland dan lainnya.

 Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam segala hal. Bahkan ketika putranya masih berada di dalam kandungan, sempat diusir pula oleh keluarga sang istri sehingga harus pindah ke desa lain yang tidak jauh dari desa mertua, kira-kira satu kilometer. 
Ketika putera beliau berumur satu bulan, beliau kehabisan bekal untuk kebutuhan sehari-hari kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar memerintahkan kepada istrinya untuk pulang meminta makanan kepada orang tuanya. Syaikh Ahmad Jauhari Umar berkata, “Saya akan memohon kepada Allah SWT”. Akhirnya isteri beliau dan putranya pulang ke rumah orang tua.

Setelah itu, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengambil air wudhu melaksanakan shalat dhuha yang dilanjutkan membaca manaqib Jawahirul Ma’any. Ketika tengah membaca manaqib, beliau mendengar ada orang di luar rumah memberikan ucapan salam kepada beliau, namun hanya dijawab dalam hati sambil terus tetap melanjutkan membaca manaqib hingga khatam. Setelah selesai, ia keluar membuka pintu.

Setelah pintu terbuka, tenyata ada enam orang yang bertamu ke rumah beliau. Dua orang tamu memberi uang Rp 10.000, kemudian dua tamu lagi memberi dua buah nangka, sementara dua tamu lainnya memberi roti dan gula. Para tamu itu berpesan supaya selalu mengamalkan manaqib tersebut. Kini, kitab manaqib tersebut sudah beliau ijazahkan kepada kaum muslimin dan muslimat agar dapat memperoleh berkahnya.

Syaikh Ahmad Jauhari Umar selalu melaksanakan pesan tamu-tamu tersebut, menjadikan manaqib sebagai amalan sehari-hari. Tidak lama setelah itu, setiap harinya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah senanyak Rp. 1.500 hingga beliau berangkat haji untuk pertamakalinya pada tahun 1982.
Setelah haji, pada tahun 1983, Syaikh Ahmad Jauhari Umar menikah dengan Sa’idah putri KH As’ad, Pasuruan. Setelah pernikahan ini, beliau setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 3.000. Mulai tahun 1983 hingga beliau menikah dengan puteri KH. Yasin, Blitar.

Setelah pernikahan ini, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp. 11.000 sampai beliau dapat membangun masjid. Selesai membangun masjid, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 25.000 hingga beliau membangun rumah dan pondok pesantren.

Setelah membangun rumah dan pesantren, Syaikh Ahmad Jauhari Umar tiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp. 35.000 hingga beliau ibadah haji yang kedua kalinya bersama putra beliau Abdul Halim dan isteri beliau Musalihatun pada tahun 1993.

Setelah beliau melaksanakan ibadah haji yang kedua kali itu, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 50.000 hingga tahun 1995 M. Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar melaksanakan ibadah haji yang ketiga kali bersama putra beliau Abdul Hamid dan Ali Khazim, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 75.000 hingga tahun 1997.

Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar menunaikan ibadah haji yang keempat kalinya, yakni tahun 1997, berangkat bersama putra beliau HM Sholahuddin, Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah setiap hari Rp. 200.000 hingga tahun 2002.

Kemudian ketika Syaikh Ahmad Jauhari Umar berangkat haji yang kelima kalinya bersama dua istri dan satu menantu beliau, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp. 300.000 sampai tahun 2003 M.

Di Pasuruan, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mendirikan Pondok Pesantren, tepatnya di Desa Tanggulangin Kec. Kejayan Kab. Pasuruan yang diberi nama Darussalam Tegalrejo.
Di desa tersebut Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi tanah oleh H Muhammad seluas 2.400 m2. Sebagai ganti tanah yang diberikan, H Muhammad dan putranya diberi tanah oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar seluas 4000 m2. 

Sejak saat itu, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mulai membangun masjid dan madrasah bersama masyarakat pada tahun 1998. Namun sayangnya sampai empat tahun, pembangunan masjid tidak juga selesai. 

Akhirnya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar memutuskan bahwa masjid yang dibangun bersama masyarakat harus dirobohkan. Demikian ini atas saran dan fatwa dari KH. Hasan Asykari Mangli, Magelang, Jawa Tengah (Mbah Mangli – almarhum). 

Syaikh Ahmad Jauhari Umar pun akhirnya membangun masjid lagi bersama santri pondok. Alhamdulillah, dalam waktu 111 hari, selesailah pembangunan masjid tingkat (dua lantai) tanpa bantuan masyarakat. Kemudian madrasah-madrasah yang dibangun bersama masyarakat juga dirobohkan dan diganti dengan pembangunan pondok oleh santri-santri pondok.

Maka mulailah Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengajar mengaji dan mendidik anak-anak santri yang datang dari luar daerah pasuruhan, hingga lama kelamaan santri beliau menjadi banyak. 
Pernah suatu hari, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengalami peristiwa yang ajaib. Ia didatangi oleh Syaikh Abi Suja’, pengarang kitab Taqrib dalam keadaan terjaga. Syaikh Abi Suja’ kemudian memberikan kitabTaqrib karyanya itu dengan bentuk sampul berwarna kuning. Kitab tersebut masih tersimpan hingga sekarang. 

Mulai saat itulah, banyak murid yang datang, terutama dari Jawa Tengah, yang kemudian banyak menjadi kiai dan ulama. Wallahu a’lamu bisshawab

SumbeR: dutaislam.com

KAROMAH MBAH MANGLI:KIAI YANG DAPAT MELIPAT BUMI

KAROMAH MBAH MANGLI:KIAI 
YANG DAPAT MELIPAT BUMI

KH.Hasan Asy’ari alias Mbah Mangli adalah ulama dari Magelang, Jawa Tengah, yang dipercaya punya sejumlah karomah.
Pengajian mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) ini dihadiri ribuan orang, yang datang dari berbagai kota di Jawa Tengah.
Yang unik, setiap mengisi pengajian, kapan pun dan di mana pun, Mbah Mangli, yang lahir di Kediri pada 17 Agustus 1945 ini tidak pernah memakai pelantang atau alat pengeras suara. Meskipun jamaahnya berjubel dan membentuk barisan sampai jauh, mereka masih bisa mendengar suara Mbah Mangli, yang juga dikenal amat kaya raya ini. Konon simpanan emasnya mencapai kiloan gram.

Nama beken Mbah Mangli berasal dari nama tempat kediaman KH Hasan Asy’ari. Yakni Dusun Mangli, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Dia menetap di dusun ini pada tahun 1956. Setelah mengasuh majelis taklim selama tiga tahun, ia pun mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak memberikan nama resmi. Lambat laun pondok tersebut dikenal dengan nama Ponpes Mangli dan sosok Hasan Asy’ari dikenal masyarakat dengan nama Mbah Mangli. Mbah Mangli-lah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Complex (MMC).
 
Dusun Mangli terletak persis di lereng Gunung Andong, di atas ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Dari teras masjid, orang bisa melihat hamparan rumah-rumah di Kota Magelang dan Temanggung dengan jelas. Hamparan rumah-rumah itu di malam hari berubah menjadi lautan lampu. Untuk mencapai Dusun Mangli, orang harus menempuh perjalanan sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Magelang di Kota Mungkid. Bangunan pondok yang berada di tengah-tengah perkampungan berdiri di atas lereng-lereng bukit sehingga dari kejauhan terlihat seperti bangunan bertingkat. Meski terpencil, ribuan masyarakat setiap Minggu mengaji ke pondok tersebut. Mereka tidak hanya berasal dari sekitar Magelang namun juga berbagai daerah lain. Uniknya, santri yang mukim tidak lebih dari 41 orang.

Mbah Mangli punya kebiasaan menolak amplop yang lazim diberikan panitia usai mengisi pengajian. Ia selalu mengatakan: 
“Jika separoh dari jamaah yang hadir tadi mau dan berkenan menjalankan apa yang saya sampaikan tadi, itu jauh lebih bernilai dari apapun, jadi mohon jangan dinilai dakwah saya ini dengan uang, kalau tuan mau antar saya pulang saya terima, kalau kesulitan ya gak papa saya bisa pulang sendiri”

Selain tidak menggunakan pelantang, menurut shohibul hikayah, Mbah Mangli bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta dan bahkan Sumatera. Hal ajaib yang tidak masuk logika ini bisa terjadi lntaran Mbah Mangli punya “Ilmu Melipat Bumi”. Yakni bisa datang dan pergi ke berbagai tempat yang jauh dalam sekejap mata. Selain itu, ia juga memiliki kemampuan psikokinesis tinggi, seperti mengetahui tamu yang akan datang beserta maksud dan tujuannya. Konon, ada seorang tamu dari Klaten, Jawa Tengah, bermaksud minta jeruk ke Mbah Mangli untuk diambil barokahnya. Eh, belum lagi sang tamu mengutarakan maksud kedatangannya, Mbah Mangli langsung memetikkan jeruk dari pekarangannya.

Menurut KH Hamim Jazuli alias Gus Miek, walau Mbah Mangli memiliki banyak usaha dan termasuk orang yang kaya-raya, namun Mbah Mangli adalah Wali ALLAH yang hatinya selalu menangis kepada ALLAH, menangis melihat umat dan menangis karena rindu kepada ALLAH. 
Tokoh yang ikut mendirikan Pesantren Asrama Pendidikan Islam (API) Magelang ini wafat pada akhir 2007 di Magelang.

Sumber: Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiai

TERJEMAHAN KITAB KASYIFATUS SAJA - SYARAH SAFINATUN NAJA

TERJEMAHAN KITAB KASYIFATUS SAJA  - SYARAH SAFINATUN NAJA | Pustaka Mampir Karya Syekh Muhammad Nawawi b...