KISAH MBAH IMAM SARANG DAN SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN
Sebagaimana Ulama pada umumnya, Imam Kholil mengawali pendidikan agama kepada ayah beliau sendiri yakni KH. Syuaib. Saat berusia 15-17 tahun berbagai cabang ilmu beliau pelajari baik dari ayahandanya maupun dari Ulama-Ulama yang ada di Sarang pada masa itu. Materi-Materi yang umumnya dipelajari dikalangan pesantren seperti Al-Quran, nahwu, shorof, fiqih, hadis dan tasawwuf beliau kuasai dibawah bimbingan guru-guru yang merupakan Ulama-Ulama berkredibilitas dibidangnya.
Tidak puas dengan hanya belajar di daerah tempat tinggalnya saja, menginjak usia 21 tahun beliau melanjutkan pengembaraan ilmiyahnya ke daerah Bangkalan, Madura. Pada waktu itu pesantren bangkalan diasuh oleh Kiai Ahmad Kholil yang tersohor kealiman dan kewaliannya. Di bangkalan Mbah Imam berguru kepada Kiai Kholil tidak lama. Sebagaimana penuturan KH. Abdurrozaq (Putra Mbah Imam) hanya sekitar setahunan Mbah Imam menuntut ilmu di Bangkalan. Meskipun demikian, selama berguru kepada Kiai Kholil Bangkalan Mbah Imam memiliki hubungan yang erat dengan gurunya tsb. Hal ini terbukti dari nama beliau yang dinisbatkan kepada gurunya tsb, sehingga Mbah Imam lebih dikenal dengan nama Imam Kholil. Selain itu Mbah Imam pernah berkata : "Aku iki muride Kiai Kholil Bangkalan" (Saya ini muridnya Kiai Kholil Bangkalan) dan dalam kesempatan lain beliau berkata : "Guruku iku Kiai Kholil, Maduro". (Guru saya itu Kiai Kholil Madura) Ini jelas menunjukkan pengakuan dan kekaguman beliau pada Kiai Kholil Bangkalan.
Ada cerita : pada suatu hari, Kiai Kholil marah besar pada santri-santri Gresik. Saking takutnya banyak santri yang lari ketakutan kecuali Mbah Imam, lalu Mbah Imam berkata : "Kenopo podo melayu kabeh santri iku?". (Kenapa semua santri berlarian?) Kemudian Mbah Imam datang menghadap Kiai Kholil dan bertanya : "Wonten nopo yi?" (Ada apa kiai?) Tanya Mbah Imam pada Kiai Kholil. "Santri-santri Gresik iku nek salaman tanganku dipethek" (kalau santri-santri Gresik bersalaman tanganku ditekan keras, beliau tidak suka diperlakukan seperti itu). Dalam tata cara musofahah (bersalaman) tidak boleh sampai menyakiti orang yang dimintai salaman, meskipun sebetulnya bersalaman itu sunnah, karena taadduban (bertata krama).
Selain itu, suatu ketika beliau saat masih muqim di Makkah, pernah Mbah Imam didatangi oleh Kiai Kholil didalam mimpinya. Dalam mimpi tsb Kiai Kholil mengabarkan kewafatannya dan Mbah Imam berkata : "Nyuwun sewu yi, terose njenengan pun kapundut?". (Maaf kiai, katanya anda sudah wafat?) "Yo mam, wes thok watese" (iya mam, sudah mencapai batasnya umur) jawab Kiai Kholil. Hal ini tidak mungkin terjadi bila tidak ada hubungan yang erat diantara keduanya.
📚 : Cahaya Stumbun
📸 : Sohibul Fadhilah Wal Karomah As-Syaikh Al-Alim Al-Allamah Jaddi Imam Kholil bin Syuaib bin Abdurrozaq rohima humulloh wa rodliya anhum.
اللهم انثر نفحات الرضوان عليهم وأمدنا بالأسرار التي أودعتها لديهم وانفعنا بعلومهم وبركاتهم ووفقنا لاتباعهم في أعمالهم واجعلنا خليفتهم في القادم..آمين
Serambi Sarang
#SantriMbelinxsID
#NahdhotulUlama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar