HOAKS DALAM SUDUT SEJARAH DAN BAHAYANYA BAGI MANUSIA
Para pembuat dan penyebar hoaks sejatinya adalah orang-orang yang minim ilmu pengetahuan, yang mengakibatkannya menelan sebuah berita atau informasi secara mentah-mentah, tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu.
Hoaks adalah sebuah fenomena yang sedang booming di era informasi saat ini, eksistensinya telah menyebabkan ke-chaos-an dan kegaduhan, serta berdampak besar di berbagai aspek kehidupan manusia.
Hoaks bukanlah produk baru di zaman digital, tetapi jika kita melihat kembali ke dalam sejarah kehidupan manusia yang dimulai dari Nabi Adam AS. Maka bisa kita lihat bahwa Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang menjalani konsekuensi dari berita bohong atau hoaks yang dibawa oleh iblis, yang mengakibatkannya terusir dari surga.
Berita bohong atau hoaks tidak berhenti pada masa Nabi Adam AS saja, tetapi juga berlanjut hingga masa Nabi Muhammad SAW, bahkan sampai kehidupan manusia saat ini. Hoaks bagaikan virus, begitu cepat viral dan menyebar dengan dukungan perangkat teknologi yang canggih, sehingga tapa sadar banyak orang ikut meyebarkan berita tersebut. Hoaks bagaikan bola salju, yang menggelinding tanpa diketahui permulaannya.
Dampak negatif dari menyebarnya hoaks, lebih dahsyat dari bom yang diledakkan di suatu kawasan. Jika bom yang diledakkan hanya mampu merusak satu generasi serta lingkungan saat itu, tetapi hoaks lebih dari itu, yaitu mampu merusak bukan hanya satu generasi saja, tetapi merusak banyak generasi-generasi yang akan datang.
Dalam sejarah peradaban Islam, ada beberapa hoaks yang menjadikan umat Islam saling membenci dan bermusuhan. Di antaranya adalah hoaks yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba’, dengan umat Islam dikalangan Syi’ah sebagai korbannya.
Yang mengakibatkan berabad-abad mereka membenci, dan memusuhi Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
Selain itu, Abdullah bin Saba’ juga menyebarkan berita bohong, bahwa istri Rosulullah SAW berselingkuh. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, ketika menafsiri surah an-Nur ayat 11, bahwasanya Abdullah bin Saba’ telah menyebarkan berita bohong yang dituduhkan kepada Aisyah istri Rosulullah SAW, jika Aisyah telah berselingkuh dengan sahabat yang bernama Shafwan bin Mu’atthal al-Sulami.
Jauh sebelumnya, Rosulullah SAW telah memberikan pelajaran bagi umatnya tentang pentingnya mengecek kebenaran sebuah berita atau informasi, yang kita terima secara individu atau yang sedang beredar di masyarakat.
Rosulullah SAW begitu prihatin dengan kabar bohong, karena hal tersebut akan membawa kehancuran bagi umatnya. Kabar bohong atau hoaks akan memicu berbagai tindakan yang mengakibatkan permusuhan, kebencian bahkan peperangan yang akan membinasakan peradaban umat manusia.
Kasus al-Walid bin Uqbah adalah asbabun nuzul diturunkannya ayat Alquran surah al-Hujurat ayat 6, yang berbunyi;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".
(Q.S Al-Hujurat:6)
Ayat diatas menurut para ulama diturunkan, terkait kasus al-Walid ibn Uqbah ibn Abi Muith yang ditugaskan Nabi SAW untuk memungut zakat kepada Bani al-Musthalaq. Ketika masyarakat Bani al-Musthalaq mendengar tentang kedatangan utusan Nabi Muhammad saw, yaitu al-Walid ibn Uqbah ibn Abi Muith. Mereka keluar dari perkampungannya untuk menyambutnya dengan membawa sedekah mereka. Tetapi al-Walid menduga bahwa mereka akan menyerangnya, karena itu dia kembali sambil melaporkan kepada Nabi SAW bahwa Bani al-Musthalaq enggan membayar zakat dan bermaksud untuk menyerang Nabi SAW.
Nabi SAW kemudian mengutus Khalid bin Walid untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya, sambil berpesan agar tidak menyerang mereka sebelum akar permasalahannya menjadi jelas. Kemudian Khalid bin Walid menyuruh informannya untuk menyelidiki perkampungan Bani al-Musthalaq, yang ternyata di desa itu sedang dikumandangkan adzan dan masyarakatnya sedang melaksanakan shalat jama’ah. Khalid bin Walid kemudian mengunjungi mereka lalu menerima zakat yang telah mereka kumpulkan.
Selain kisah diatas, hoaks juga mengiringi kehidupan Siti Maryam ibu Nabi Isa AS yang dituduh berbuat keji, sehingga melahirkan seorang bayi tanpa seorang ayah. Dan juga mengiringi perjalanan Nabi Musa AS ketika menyebarkan risalahnya.
Kisah di atas adalah pelajaran penting bagi umat manusia, untuk tetap melakukan kross cek atau tabayun terhadap berbagai informasi yang telah kita terima, agar tidak terjadi bencana dikemudian hari.
Bukan malah menyebarkannya dengan membabi buta, apalagi membuat scenario untuk hoaks yang dibungkus dengan menggunakan ayat-ayat Alquran dan hadis, atau dalil-dalil demokrasi untuk melakukan pembenaran atas apa yang dilakukan.
Hoaks telah terbukti menjadi senjata paling ampuh dalam menghancurkan peradaban umat disetiap generasi manusia. Hal ini dikarenakan informasi hoaks hampir selalu masuk akal dan menyentuh sisi emosional seseorang, yang mengakibatkan orang yang menerima berita tersebut tidak sadar jika dibohongi. Bahkan menganggapnya sebagai sebuah fakta yang harus disampaikan kepada orang lain.
Para pembuat dan penyebar hoaks sejatinya adalah orang-orang yang minim ilmu pengetahuan, yang mengakibatkannya menelan sebuah berita atau informasi secara mentah-mentah, tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu.
Jika dunia dipenuhi dengan model manusia seperti itu, maka tinggal menunggu waktu akan kemunduruan bahkan kehancuran peradaban manusia yang sudah berabad-abad lamanya.
Oleh karena itu, mengedukasi umat manusia untuk selalu membaca, menganalisa dan menebarkan kedamaian adalah sebuah keniscayaan untuk menjaga kelangsungan peradaban manusia agar tidak dihancurkan oleh hoaks.
Nur Hasan/alif.id
#SantriMbelinxsID
#NahdhotulUlama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar